9 Tahun UU Desa : Strategi Preventif Kasus Korupsi Dana Desa 

Jumlah desa di Indonesia setiap tahun semakin bertambah. Pada tahun 2022, Kemendagri menetapkan sebanyak 74.961 desa yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia. Pertumbuhan desa memerlukan dana. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai salah satu bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya Dana Desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. UU Desa juga memberikan kewenangan otonomi kepada Kepala Desa untuk mengembangkan desanya masing-masing termasuk menggunakan anggaran dana desa. Jika dikelola dengan baik, tentunya dapat membawa dampak baik bagi pembangunan yang mengoptimalkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa. Namun pengelolaan dana desa, juga berisiko untuk di-korupsi. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan bahwa pada tahun 2022 kasus korupsi paling banyak terjadi terkait dana desa jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sebanyak 155 kasus korupsi dana desa (133 kasus terkait dana desa dan 22 kasus terkait penerimaan desa) yang telah melibatkan 252 tersangka.

Sumber: DataIndonesia.id

Berbagai media massa sering memberitakan oknum Kepala Desa yang terlibat kasus korupsi berupa penyelewengan dalam penggunaan dana desa). Modus korupsi dana desa antara lain berupa markup proyek, penggelapan, kegiatan atau program fiktif, dan pemotongan anggaran. Berikut beberapa contoh kasus korupsi dana desa yang diduga melibatkan Kepala Desa:

  1. Kepala Desa Di Banten Diduga Korupsi Dana Desa Sebesar Rp.499 juta diduga untuk keperluan skincare

Berdasarkan laporan audit Inspektorat Kabupaten Serang terkait pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2020 dan 2021, Kepala Desa di Banten berinisial EK diduga telah merugikan negara sebesar Rp.499 juta. Meskipun belum ada kejelasan mengenai dana tersebut digunakan untuk apa, namun banyak yang menduga dana tersebut digunakan untuk membeli skincare dan juga baju pribadi Kepala Desa.

  1. Negara Diduga Merugi Sebesar Rp. 239 juta Akibat Korupsi  Pembangunan Pembukaan Pengerasan Jalan serta Pembangunan Bronjong di Desa Dahadano Gawu-Gawu.

Kasus korupsi ini melibatkan mantan Kepala Desa Dahadano Gawu-Gawu dan Ketua Tim Pengelola Kegiatan atas dugaan kasus korupsi dana desa anggaran tahun 2017 dan 2018. Korupsi tersebut dinyatakan berawal dari adanya pekerjaan pembukaan dan pengerasan jalan yang hanya terlaksana sepanjang 290 meter dari target sepanjang 400 meter namun realisasi anggarannya sudah 100%.

  1. Kepala Desa di Kabupaten Cianjur Diduga Korupsi Dalam Pengelolaan BUMDes Yang Bersumber Dari Dana Desa Sebesar Rp. 1,3 Miliar.

Dana desa yang dialokasikan untuk keperluan BUMDes dikorupsi sebesar Rp.1,3 miliar oleh seorang Kepala Desa di Kabupaten Cianjur berinisial DH. Kades mengelola BUMDes yang beroperasi pada perdagangan dan pasar rakyat. Akibatnya, DH dijerat Pasal KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seiring dengan maraknya laporan dan pemberitaan korupsi dana desa, tentunya semua pihak terkait, baik pemerintah dan masyarakat perlu sama-sama memiliki komitmen untuk membangun desa dan mengelola desa dengan berintegritas agar tidak terjadi kebocoran karena korupsi dan apabila terjadi korupsi, maka ada proses penegakan hukum yang tegas. Beberapa upaya dan strategi preventif, deteksi dan respon atas risiko korupsi dana desa yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Pembentukan Desa Anti Maladministrasi, salah satu contohnya di Kabupaten Kotabaru di Provinsi Kalimantan Selatan. Desa diharapkan juga memiliki strandar pelayanan publik yang dapat mencegah maladministrasi dan korupsi;
  2. Meningkatkan kompetensi dan kapasitas Kepala Desa dan Perangkat Desa untuk dapat menerapkan pengelolaan dana desa berbasis kebutuhan masyarakat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  3. Penyusunan kebutuhan dan pelaksanaan realisasi dana desa dengan pendekatan partisipatif yang mengikutsertakan masyarakat desa; 
  4. Menyediakan sistem keterbukaan informasi yang transparan dan akuntabel, sehingga informasi dan data terkait pengelolaan dana desa dapat diakses publik. Bahkan jika memungkinkan juga didukung dengan digitalisasi;
  5. Peningkatan kapasitas masyarakat desa untuk dapat ikut mengawasi dan melaporkan jika terjadi dugaan korupsi atau penyalahgunaan dana desa kepada pihak otoritas terkait; 
  6. Adanya saluran pelaporan (whistle blowing system) yang dapat menjadi platform pengaduan dugaan korupsi dana desa serta adanya perlindungan bagi pelapor;
  7. Pengawasan/audit secara berkala dan adanya upaya perbaikan yang sesuai dengan akar penyebab, mencegah hal serupa terulang, dan upaya peningkatan  berkelanjutan; 
  8. Adanya penerapan sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi dana desa dan optimalisasi pengembalian kerugian desa;
  9. Membangun dan menerapkan Desa anti korupsi. Salah satu pedoman yang dapat menjadi acuan bagi desa untuk adalah Buku Panduan Desa Anti Korupsi yang diterbitkan KPK pada Tahun 2021. Panduan ini telah memberikan berbagai upaya yang dapat dilakukan Desa baik dari sisi penguatan regulasi, tata kelola, SDM, pelayanan publik, pengawasan, partisipasi masyarakat dan kearifan lokal. 

Meskipun UU Desa dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya sudah ada, namun jika penerapannya tidak dilakukan dengan integritas, maka aturan itu akan sia-sia. Quid leges sine moribus (apalah artinya hukum tanpa moralitas). Simak artikel SustaIN lainnya di link http://sustain.id/#latestnews.

(DA/DSS)

#Korupsi #DanaDesa #KepalaDesa #Cegah #DesaAntiKorupsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Translate »
Open chat
Halo SustaIN!

Mohon info terkait jasa apa saja yang ditawarkan SustaIN?