Pada tanggal 22 Februari 2022, Dwi Siska Susanti (Senior Advisor SustaIN) berkesempatan menjadi salah satu panelis dalam konferensi Anti-Bribery Conference 2022yang diselenggarakan olehPECB dengan topik “Illicit Enrichment Laws: How Successful are they in Combating Corruption?”. Topik ini membahas tentang bagaimana hukum illicit enrichment dapat berhasil dalam memberantas korupsi.
Konvensi PPB tentang pemberantasan korupsi (United Nation Convention Against Corruption /UNCAC)dalam Pasal 20 telah mengatur bahwa: “Subject to its constitution and the fundamental principles of its legal system, each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence, when committed intentionally, illicit enrichment, that is, a significant increase in the assets of a public official that he or she cannot reasonably explain in relation to his or her lawful income”. Berdasarkan konvensi ini bahwa illicit enrichement merupakan bertambahnya aset seorang pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara wajar dikatikan dengan pendapatan sah/legalnya.
Sesi conference ini dimoderasi oleh Muhammad Harris. Panelis terdiri dari tiga orang yakni Dwi Siska Susanti mewakili SustaIN dan Indonesia, Michele Magri dari Italy, Ekomobong Ekpro dari Nigeria.
Diskusi dalam seminar virtual selama satu jam ini membahas poin-poin diskusi sebagai berikut:
- Pengertian dan ruang lingkup illicit enricment. Di Eropa Illicit Enrichment Laws, sudah memiliki regulasi ketat yang mengatur tentang Illicit Enrichment dengan dasar regulasinya adalah UNCAC. Di Asia regulasinya berbeda-beda, ada yang mengatur Illicit Enrichment Laws sebagai tindak pidana yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya tindak pidana lainnya. Namun ada juga yang belum mengaturnya sama sekali seperti Indonesia.Sedangkan di Afrika ada negara yang mengatur adanya badan khusus yang menangani Illicit Enrichment Laws.
- Jenis-jenis Illicit Enrichment Laws. Dapat dibagi dua, yaitu Criminal Illicit Enrichment Laws dan Civil Illicit Enrichment Laws. Perbedaanya: Criminal Illicit Enrichment Laws dilakukan berdasarkan aturan/hukum acara pidana, sehingga sanksinya juga berupa sanksi pidana seperti penjara dan denda. Sedangkan, Civil Illicit Enrichment Laws dilakukan berdasarkan aturan/hukum acara perdata dan sanksinya berupa sanksi perdata.
- Keberhasilan dan tantangan legislasi dan penegakan Illicit Enrichment Laws. Di Itali maupun negara-negara eropa secara umumnya telah mengatur Illicit Enrichment dalam hukum nasionalnya masing-masing. Tantangannya masih banyak orang yang tinggal di Eropa dan bekerja dalam lingkup politik yang harus melaporkan asetnya, namun memiliki hubungan dengan orang yang tinggal di luar eropa yang membuat hal ini sangat rumit untuk dipecahkan dan dianalisis. Tetapi regulasi di Eropa, seperti Itali, mengharuskan pelaporan apabila ada orang Itali yang mempunyai koneksi dengan orang yang tinggal di luar Itali. Untuk hal ini terdapat hukum internasional yang mengatur bagaimana cara menyelesaikan kasus ini apabila terjadi di dua negara. Dalam penanganannya ada metodologi spefisik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi Illicit Enrichment. Pertama, mengumpulkan data dan informasi yang terfokus pada orang yang menerima uang dari sumber yang tidak jelas. Kedua, mengetahui digunakan untuk apa uang tersebut dan dibandingkan setiap data dengan waktu yang spesifik (setiap bulan/setiapn tahun). Hasil dari perbandingan semua informasi tersebut diberikan kepada jaksa dan hakim untuk diperiksa lebih lanjut.
Negara-negara di Asia Tenggara sebagian ada yang sudah mengatur Illicit Enrichment dalam hukum nasionalnya, sebagian lagi belum. Seperti Indonesia sampai saat ini belum melarang Illicit Enrichment, namun telah mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan harta kekayaannya sebelum, saat dan sesudah menjabat. Beberapa kasus korupsi di Indonesia juga ditangani dengan penegakan hukum pencucian uang (money laundering) dengan pendekatan beban pembuktian terbalik yang hampir mirip dengan illicit enrichment law dimana tersangka/terdakwa membuktikan apakah harta yang dimilikinya berasal dari sumber penghasilan yang sah/legal. Dengan semakin kompleksnya transaksi keuangan serta mudahnya transaksi lintas negara, serta kepemilikan aset/harte kekayaan tersangka/terdakwa dengan menggunakan nama orang/perusahaan lain (nominee) bahkan offshore company, menjadi tantangan dalam pembuktian/identifikasi bukti-bukti aset/harta kekayaan yang diduga tidak wajar yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa. Saran ke depan selain memastikan adanya illicit enrichment laws dalam hukum nasional juga diperlukan penguatan kerjasama antar penegak hukum lintas batas.
Di Nigeria, tantangannya adalah Jaksa harus menuntut berdasarkan persangkaan yang masuk akal dengan mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Jaksa menyampaikan bukti untuk mendukung fakta-fakta yang menyinggung tindakan kriminal tersebut sehingga beban pembuktian akan bergeser kepada tersangka. Dalam hal ini, hukum masih mengedepankan HAM karena tersangka masih diberikan kesempatan untuk membela dengan memberikan bukti untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Dapat disimpulkan bahwa illicit enrichment perlu diatur dalam legislasi nasional masing-masing negara, dan perlu kesungguhan dan peran dari otoritas negara maupun bekerjasama dengan otoritas negara lainnya agar dapat ditegakkan dan dioptimalkan sebagai salah satu langkah untuk memberantas korupsi. Indonesia juga perlu segera mengatur illicit enrichment ke dalam UU dan peraturan pelaksanaannya sebagai salah satu langkah penguatan untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Untuk menyimak sesi diskusi ini secara lengkap silahkan diakses pada Illicit Enrichment Laws: How Successful are they in Combating Corruption?
Artikel lainnya terkait dapat anda simak pada artikel-artikel SustaIN pada tautan ini, website dan Instagram kami. (FES/DSS)