Hari Perempuan Internasional: Dampak Korupsi Pada Perempuan, Akankah Terus Terjadi?

Korupsi adalah hambatan utama bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi, politik, dan sosial di seluruh dunia. Dampak korupsi sangat luas bagi semua kalangan, termasuk untuk perempuan. Transparency International memotret hubungan gender dan korupsi dimana ketidaksetaraan gender membuat perempuan lebih rentan terhadap dampak korupsi. Hal ini sejalan dengan data statistik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pelaku korupsi selama 2004-2024 lebih banyak dari laki-laki sebanyak 1,642 (91,4%) dibanding perempuan sebanyak 155 (8,6%). Berikut merupakan beberapa dampak yang dapat terjadi pada perempuan akibat korupsi, yaitu: 

  1. Perempuan lebih rentan memberi suap untuk mendapat akses layanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan informasi antara pasien perempuan dengan penyedia layanan kesehatan mengenai perlunya prosedur tertentu dan biaya yang terkait  pemberian layanan. Di Indonesia, dana kesehatan dikorup melalui modus: akses informasi tentang kesehatan reproduksi yang tertutup sampai dengan biaya kesehatan dan harga obat yang tinggi. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2024) bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di tahun 2023 masih tinggi yaitu lebih dari 100 kematian per 100,000 kelahiran hidup. Sedangkan Indonesia sudah harus menurunkan AKI tersebut untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 3 tentang “memastikan kehidupan yang sehat dan sejahtera bagi semua orang di segala usia” melalui penurunan AKI menjadi kurang dari 70 kematian per 100,000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari BPS, AKI yang lebih rendah cenderung pada daerah yang memiliki fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, baik dari segi jumlah infrastruktur kesehatan maupun tenaga kesehatan yang tersedia. 
  1. Akses perempuan terhadap keadilan. Indonesia adalah negara hukum yang harus mengakui dan memberikan jaminan hak-hak dasar warga negaranya. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hal tersebut diperkuat dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, bahwa perempuan memiliki hak untuk dilindungi, termasuk untuk mendapat akses keadilan dalam sistem peradilan. Namun pada kenyataannya, perempuan sering kali tidak memiliki akses yang setara dalam mendapatkan hak-haknya. Kondisi tersebut disebabkan karena pihak yang tidak bertanggung jawab beranggapan bahwa perempuan tidak memiliki akses terhadap keadilan, tidak mengetahui hak-hak perempuan, dan tidak memiliki perlindungan. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perempuan yang berhadapan dengan hukum masih belum terlindungi
  1. Korban Korupsi Seksual (termasuk Sextortion). Korupsi seksual mencakup pemerasan dan penyuapan. Berdasarkan data dari Global Corruption Barometer tahun 2020, Indonesia menempati urutan pertama untuk kasus sextortion terbanyak di Asia, mencapai 18% pada tahun 2020. Kasus korupsi seksual yang kerap terjadi di Indonesia adalah “gratifikasi seks”. Seperti yang dilakukan oleh SB, seorang Hakim di Pengadilan Negeri Bandung diduga sering menerima “servis” terkait penanganan kasus persidangan dana bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung. Selain itu, Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan seks dengan tujuan agar wanita tersebut mendapatkan pengesahan pendaftaran partai politik. Indonesia telah memiliki peraturan berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU TPKS memang belum secara eksplisit mengatur mengenai korupsi seksual. Namun peraturan tersebut dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki pemberian perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami korupsi seksual. Pasal 5 UU TPKS mengatur bahwa salah satu jenis TPKS adalah “perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban”. Terlebih dalam kasus sextortion, terdapat unsur pemaksaan dan niat awal ada di “penerima”. 

Berdasarkan penjelasan di atas, perempuan merupakan korban paling menderita akibat dampak korupsi. Sehingga, diperlukan aksi untuk dapat mencegah dampak-dampak korupsi di atas, misalnya: 

Untuk mengurangi dampak korupsi terhadap perempuan, perlu keterlibatan, sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk memperkuat integritas dan transparansi yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu memastikan bahwa kebijakan dan rencana pembangunan dapat menjangkau perempuan secara adil, serta melibatkan perempuan dalam pembuatan keputusan untuk mewujudkan keadilan. 

Women, in general, are not part of the corruption of the past, so they can give a new kind of leadership, a new image for mankind – Coretta Scott King. (WA/DSS). 

#Antikorupsi #Antipenyuapan #Dampakkorupsi #Perempuan #Keadilan #HakPerempuan #HariPerempuanInternasional #InternationalWomenDay

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Translate »
Open chat
Halo SustaIN!

Mohon info terkait jasa apa saja yang ditawarkan SustaIN?