Fraud dalam Pelayanan Kesehatan di Indonesia dan Strategi Pencegahannya

Kesehatan merupakan salah satu indikator penting bagi negara untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat dan berkualitas tinggi akan meningkatkan produktivitas yang dapat menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan pembangunan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, tingkat keluhan kesehatan di Indonesia menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia sudah mengalami peningkatan, baik dari sisi SDM, infrastruktur, dan berbagai upaya preventif untuk menanggulangi masalah kesehatan yang cukup beragam. Namun, potensi kecurangan (fraud) di sektor kesehatan masih kerap terjadi fraud merupakan hambatan bagi kelangsungan pelayanan kesehatan di Indonesia, karena dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan dan menurunkan kualitas layanan kesehatan. Pada bulan Desember 2023 lalu, BPJS Kesehatan (BPJS-K) menemukan adanya dugaan fraud pada Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang terafiliasi dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional (“JKN”) dengan nilai mencapai Rp866 miliar. 

Apa yang dimaksud dengan Fraud di sektor Kesehatan? 

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 (Permenkes No. 16/2019) tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) Serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan, Fraud adalah: “tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.  

Pasal 2 ayat (1) Permenkes No.16/2019 juga telah mengidentifikasi pihak yang dapat melakukan fraud, yaitu: a) Peserta; b) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (BPJS-K); c) Fasilitas kesehatan (Faskes); d) penyedia obat dan alat kesehatan; dan e) pemangku kepentingan lainnya. Pemangku kepentingan lainnya menurut Permenkes ini merupakan semua pihak yang melakukan dan/atau berkontribusi terjadinya fraud. 

Apa sajakah potensi fraud pada pelayanan kesehatan di Indonesia? 

Jenis-jenis fraud pada sektor kesehatan termasuk pada program JKN telah diatur dalam Permenkes No.16/2019. Berdasarkan penelitian yang kami (SustaIN) lakukan pada tahun 2021 sebagaimana dipublikasikan oleh U4 Anti-Corruption Centre, terdapat beberapa insiden/risiko fraud JKN yang teridentifikasi pada kurun waktu tahun 2016-2021 (berdasarkan putusan pengadilan), antara lain:

PelakuRisiko/Insiden Fraud JKN yang Teridentifikasi
PesertaMenggunakan kartu BPJS-K orang lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
FaskesUpcoding; Diagnosis yang tidak perlu; Pembayaran klaim yang berlebih; Rujukan yang tidak perlu; Membebankan biaya tambahan kepada pasien/peserta; Perlakuan khusus bagi pasien yang mempunyai hubungan dengan Tenaga Kesehatan di Puskesmas/Rumah Sakit;Penyalahgunaan/korupsi/Suap dana kapitasi; Bukti fiktif untuk mendukung pemenuhan target Kapitasi Berbasis Kinerja/KBK.
Penyedia obat/alat kesehatanPenjualan obat yang tidak lolos dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); Selisih harga alat kesehatan dan obat dengan e-katalog; Menaikkan harga obat; Praktik pengadaan obat yang curang (terjadi di 4 kota di Indonesia).
Pemangku kepentingan lainnya/Pemberi KerjaKaryawan Klaim BPJS-K utk kepentingan pribadi; Staff, HR & GA Manager menggelapkan pembayaran iuran BPJS-K.

Namun data terkait fraud yang sudah terjadi di sektor kesehatan maupun JKN di Indonesia sampai saat ini masih sangat terbatas. Transparansi atas hal ini oleh pihak yang memiliki otoritas di Indonesia masih minim jika dibandingkan dengan praktik di negara lain seperti di Amerika Serikat dimana secara periodik, United States (US) Department of Health and Human Services & US Department of Justice mempublikasikan potensi fraud serta sanksi yang dijatuhkan, dan seluruhnya dapat diketahui dan diawasi oleh publik. Keterbukaan informasi ini tentunya menjadi hal penting sehingga para pemangku kepentingan dalam JKN termasuk peserta/pasien dapat mengetahui dan aware dengan jenis-jenis fraud yang terjadi dan konsekuensi seperti sanksi yang dapat dikenakan kepada Pelaku. 

Penyebab Fraud Sektor Kesehatan

Mengutip fraud triangle (Donald Cressey, 1950), fraud dapat disebabkan oleh 3 faktor yakni: 1) tekanan; 2) peluang; dan 3) rasionalisasi. Fraud sektor kesehatan juga dapat terjadi karena:

  1. Tekanan. Gaji tenaga kesehatan yang terlalu rendah. Rata-rata pendapatan dalam kategori pelayanan kesehatan di Indonesia adalah Rp3,600,000 (BPS, 2023). 
  2. Peluang. Adanya peluang melakukan fraud pada pelayanan kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 
  • Monopoli: Memberikan suap dan menggunakan koneksi pribadi untuk mengakses layanan kesehatan (klinik/RS/petugas kesehatan).
  • Diskresi: ketidakseimbangan antara sistem pelayanan kesehatan dan beban pelayanan kesehatan. Diskresi disebabkan oleh adanya informasi asimetri dimana pengetahuan pasien tidak memadai terkait dengan jenis pelayanan kesehatan yang rinci yang akan diberikan, termasuk biaya. KPK menduga fasilitas kesehatan atau rumah sakit biasanya membagi “manfaat finansial” yang diperoleh dari pembayaran klaim BPJS-K.
  • Lemahnya akuntabilitas dan transparansi di fasilitas kesehatan: sebagian besar pasien di Indonesia belum memahami tentang prosedur pelayanan kesehatan.
  • Suara/Peran Masyarakat: mengacu pada saluran dan sarana untuk partisipasi aktif para pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penyediaan layanan.
  • Lemahnya Penegakan Hukum: tim pencegahan fraud di JKN tidak berfungsi secara efektif, tidak ada pedoman manajemen risiko fraud dan program pendidikan anti-fraud atau etika yang masih terbatas.
  1. Rasionalisasi, merupakan penyebab terjadinya fraud karena keyakinan individu, sikap, dan norma sosial. Di Indonesia, tata kelola dan manajemen risiko, termasuk risiko fraud, belum menjadi isu penting bagi manajemen suatu organisasi/perusahaan termasuk di bidang kesehatan. 

Bagaimana solusi untuk meminimalisir/mitigasi  fraud pada pelayanan kesehatan?

  1. Regulasi, Pedoman, Kode Etik:
  • Revisi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan menambahkan pasal-pasal terkait pencegahan, penanganan, dan pemberian sanksi termasuk sanksi pidana.
  • Pelaporan risiko dan insiden fraud secara periodik & dipublikasikan;
  • Pedoman manajemen risiko fraud JKN; 
  • Kode etik fasilitas pelayanan kesehatan; penyedia obat dan alat kesehatan; serta tenaga kesehatan (Self-Regulation) .
  1. Penguatan Institusional:
  • Tone of the Top
  • Sumber Daya yang memadai untuk mengelola Program Anti Fraud JKN
  • Tim anti-fraud tingkat nasional, daerah, Fasilitas Kesehatan melakukan Fraud Risk Assessment (FRA) secara periodik.
  • Saluran Pengaduan yang Terintegrasi, Mekanisme sharing  informasi/join investigasi
  1. Open Data Initiative:
  • Melakukan pengawasan, pemantauan dan evaluasi termasuk sharing data;
  • Membantu para pembuat kebijakan untuk merumuskan dan mengembangkan upaya pengendalian fraud
  1. Standar Pelayanan Kesehatan:
  • Kemenkes, BPJS-K dan pemangku kepentingan lainnya menetapkan  Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
  • Fasilitas Kesehatan menetapkan SOP sesuai dengan Permenkes No.1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
  1. Registrasi dan Identifikasi:
  • Menerapkan sistem biometrik pada kartu BPJS-K;
  • Cross Check Data.
  1. Pendidikan, Pelatihan, dan Awareness:
  • Toolkit kesadaran anti-fraud seluruh pihak termasuk Peserta;
  • Community of Practice.
  1. Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi:
  • Supervisi, Monitoring dan evaluasi, termasuk terhadap pelaporan risiko dan insiden fraud. 
  1. Penelitian:
  • Evidence-based Research dampak dari tindakan anti-fraud, seperti: mengidentifikasi biaya INA CBGs dan biaya aktual pemberian layanan kesehatan;
  • Dampak dari kegiatan awareness/pencegahan terhadap tindakan anti-fraud
  • Studi kuantitatif tentang dampak langsung dari fraud

Beberapa rekomendasi diatas merupakan langkah yang baik untuk meminimalisir terjadinya fraud di sektor pelayanan kesehatan. Namun, untuk melakukan pengendalian fraud yang efektif, pimpinan (top management) dan seluruh Personil di sebuah organisasi harus memiliki pemahaman yang memadai. 

SustaIN sangat berpengalaman dalam hal pendampingan implementasi pengendalian fraud, misalnya: memberikan pelatihan untuk anti fraud dan anti korupsi; mendampingi penyusunan FRA; pendampingan penerapan ISO 37001:2016 SMAP (termasuk penyusunan Bribery Risk Assessment (BRA)); serta memberikan pelatihan untuk top management sampai dengan implementor (pegawai/staf) terkait ISO 37001 SMAP; ISO 37301 Sistem Manajemen Kepatuhan; ISO 31000 Manajemen Risiko; ISO 37002 Whistleblowing Management System; Good Corporate Governance; dll. Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi contact@sustain.id atau kunjungi website kami www.sustain.id. (WA/DSS)

#Fraud #Kesehatan #PelayananKesehatan #JaminanKesehatanNasional #JKN #BPJS-K #ISO37001 #SistemManajemenAntiPenyuapan #FraudRiskAssessment #BriberyRiskAssessment #Risiko

Translate »
Open chat
Halo SustaIN!

Mohon info terkait jasa apa saja yang ditawarkan SustaIN?