Cara Mencegah Korupsi Layanan Perizinan
Praktik tindak pidana korupsi sangat rentan terjadi pada bidang pelayanan perizinan. Pada tanggal 2 Juni 2022, KPK menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta, HS, sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi berupa dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta. Kasus ini bermula pada tahun 2019, dimana ON sebagai President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui anak perusahaan mereka PT Java Orient Property, mengajukan permohonan IMB untuk pembangunan apartemen Royal Kedaton yang berada di kawasan Malioboro. IMB tersebut diajukan kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kota Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Yogyakarta, terdapat beberapa syarat yang tidak terpenuhi pihak pemohon IMB. Dinas PUPR menemukan ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan. Ketika mengetahui bahwa terdapat kendala dalam proses penerbitan IMB, HS, menerbitkan surat rekomendasi kepada Dinas PTSP yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui agar tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal agar IMB dapat diterbitkan. Atas dasar kesepakatan tersebut, tim penyidik menduga HS menerima uang secara bertahap, mulai dari Rp50 juta kemudian disusul dengan USD27,25 ribu atau setara dengan Rp395,8 juta.
Rozidateno Putri, dkk dalam Jurnal Integritas KPK Vol.6, No.2, 2020 menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya korupsi perizinan, antara lain sebagai berikut:
- Adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para oknum kepala daerah dan birokrat dalam memberikan izin;
- Masih terdapat pertemuan dan interaksi langsung (tatap muka);
- Keinginan untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan tidak rumit;
- Keinginan untuk memperoleh keuntungan diri sendiri baik bagi pelaku usaha maupun aparatur pemerintah;
- Minimnya sistem pengawasan;
- Kurang maksimalnya alat kontrol yang dapat mencegah terjadinya “kongkalikong” antara pelaku usaha dengan aparatur pemerintah.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi korupsi pada sektor perizinan adalah dengan menyederhanakan kebijakan yang sudah ada melalui penetapan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS). Sistem OSS dapat mengurangi interaksi langsung atau tatap muka antara pelaku usaha dengan pejabat pemerintah, sehingga diharapkan akan mampu meminimalisir potensi tindakan-tindakan “kongkalikong” dalam pengurusan perizinan. Selain itu, Pemerintah dan KPK juga sudah melakukan sosialisasi terkait Monitoring Centre for Prevention (MCP) di 8 (delapan) area intervensi yang salah satunya adalah Dinas PTSP. Indikator pencapaian dari program MCP adalah penerapan Aplikasi Cerdas Layanan Perizinan Terpadu, yaitu SiCantik Cloud, yang dapat digunakan oleh publik terkait perizinan, karena dapat digunakan kapan dan dimana saja.
Pelayanan publik pada prinsipnya bertujuan untuk menjamin kebutuhan dan kepentingan warga negara untuk dilayani dengan baik yang berlandaskan pada ketentuan hukum yang ada.
Berkaitan dengan pelaksanaannya, terdapat harapan masyarakat terhadap primanya pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara layanan publik, dimana seharusnya ada suatu standar yang dijadikan tolak ukur terhadap kepastian penyelenggaraan pelayanan publik tersebut. Setiap organisasi, dalam hal ini dinas terkait pada sektor perizinan, perlu berkontribusi untuk melawan korupsi, salah satunya melalui penerapan ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti-Penyuapan. ISO 37001:2016 adalah instrumen yang berguna membantu suatu organisasi mencegah, mendeteksi dan merespon risiko penyuapan. Sistem ini dapat disinergikan dengan penerapan kebijakan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (ZI, WBK, WBBM). Pada proses implementasi ISO 37001:2016 beberapa langkah penting yang dapat dilakukan organisasi adalah mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja dan peningkatan berkelanjutan (Plan, Do Check, Act-PDCA), diantaranya mengidentifikasi kebutuhan dan harapan serta stakeholder organisasi dalam penetapan kebijakan dan sasaran anti-penyuapan, melakukan penilaian risiko penyuapan pada setiap proses bisnis/divisi/departemen, pembentukan tim fungsi kepatuhan anti penyuapan, melakukan pembinaan dan pelatihan kepada setiap anggota organisasi, pengendalian keuangan dan non keuangan, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi kinerja serta perbaikan yang berkelanjutan dari implementasi tersebut.
Artikel lainnya terkait dapat anda simak pada artikel-artikel SustaIN pada tautan ini. Info lebih lanjut dapat menghubungi kami via email: contact@sustain.id. (WA/DSS)
Keywords: Suap, Korupsi, KPK, Wali Kota, Perizinan, PTSP, Pencegahan, ISO 37001:2016.