Tantangan dan Peluang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Dalam Penggunaan Artificial Intelligence (AI) pada Pelayanan Publik

Transformasi digital bukan lagi wacana, tetapi telah menjadi arus utama dalam dinamika pemerintahan modern, termasuk di Indonesia. Melalui kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), pemerintah berupaya mentransformasi cara kerja birokrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi secara strategis. Tujuannya adalah untuk menghadirkan pelayanan publik yang  terpadu, efisien, dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Di tengah tuntutan zaman dan cepatnya laju inovasi teknologi informasi, SPBE menjadi arah bagi tata kelola negara yang lebih adaptif dan responsif. Kemajuan teknologi telah mendorong integrasi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) ke dalam berbagai proses pemerintahan. AI menawarkan potensi dalam mempercepat otomatisasi, pengolahan data secara masif, dan meningkatkan responsivitas pelayanan publik yang signifikan. Meski menjanjikan efisiensi dan akurasi, penerapan AI di sektor publik juga membawa sejumlah tantangan, seperti kesiapan dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengoperasikan dan memahami teknologi AI, perlunya regulasi yang jelas, serta tuntutan akan interoperabilitas antar sistem yang digunakan oleh berbagai instansi

 

Di tengah pesatnya arus digitalisasi, muncul pertanyaan krusial: seberapa siap Indonesia menyongsong transformasi pemerintahan berbasis teknologi? 

 

Implementasi SPBE menuntut lebih dari sekadar ketersediaan teknologi dan infrastruktur. Kesiapan regulasi, penguatan kapasitas kelembagaan, serta keterlibatan aktif masyarakat sebagai pengguna layanan digital turut menjadi elemen penting dalam membentuk fondasi tata kelola yang modern dan inklusif. Tanpa keselarasan antara kebijakan, institusi, dan partisipasi publik, transformasi digital bisa berjalan timpang dan kurang berdaya guna. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Belum meratanya pemahaman dan keahlian teknis di kalangan birokrasi membuat integrasi AI memerlukan pendekatan transisi yang matang, baik dari sisi pelatihan, adaptasi budaya kerja, maupun restrukturisasi proses layanan. Tantangan berikutnya menyangkut infrastruktur digital dan kualitas data. AI bekerja dengan baik jika didukung oleh data yang berkualitas, lengkap, dan terintegrasi. Namun, di berbagai instansi pemerintah, sistem informasi masih berjalan sendiri-sendiri, sehingga integrasi dan interoperabilitas masih dalam tahap pengembangan. Hal ini berdampak pada terbatasnya ruang bagi algoritma AI untuk memberikan rekomendasi yang akurat atau layanan otomatis yang andal. Selain itu, terdapat tantangan terkait kepercayaan publik. Penerapan kecerdasan buatan kerap memerlukan pengumpulan serta pemrosesan data pribadi masyarakat, yang memunculkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan informasi. Pemerintah dituntut untuk menjamin bahwa data tersebut dikelola secara aman dan sesuai prinsip etika. Apabila terjadi pelanggaran, seperti kebocoran atau penyalahgunaan data, hal ini dapat mengganggu kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Selain itu, integrasi AI dalam SPBE bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan sebuah langkah strategis menuju tata kelola yang adaptif dan responsif. Melalui penerapan machine learning (kemampuan mesin belajar dari pola data) dan natural language processing (kemampuan mesin untuk memahami, menafsirkan, dan merespons bahasa manusia), AI dapat mendeteksi pola-pola keluhan masyarakat, memetakan kebutuhan layanan secara dinamis, serta mengidentifikasi potensi hambatan kebijakan sebelum berdampak luas. Dengan demikian, kebijakan publik akan berbasis pada data dan berorientasi pada kebutuhan riil masyarakat

 

Salah satu contoh penerapan AI dalam layanan pengaduan masyarakat adalah chatbot atau sistem klasifikasi otomatis. Dengan teknologi ini, instansi pemerintah dapat merespons laporan masyarakat dengan lebih cepat, bahkan di luar jam kerja konvensional. Teknologi ini tidak hanya membantu efisiensi operasional, tetapi juga memungkinkan lembaga pemerintah untuk memahami pola keluhan secara sistematis dan merancang kebijakan berbasis data. Di sisi lain, AI juga dapat digunakan dalam sistem perizinan otomatis, monitoring proyek infrastruktur, hingga deteksi potensi penyimpangan anggaran secara real-time. Negara seperti Estonia dan Singapura telah mengintegrasikan teknologi AI dalam berbagai aspek layanan digital mereka. Contohnya di Estonia mereka menggunakan KrattAI, sebuah konsep dimana berbagai sistem AI di sektor publik dan swasta dapat saling beroperasi. Salah satunya adalah membuat sistem penilaian otomatis berdasarkan data jejak digital siswa. Sementara itu,  Pemerintah Singapura mengembangkan SELENA+, sebuah sistem AI yang dapat menganalisis gambar retina mata untuk mendeteksi penyakit mata terkait diabetes (seperti retinopati diabetik, glaukoma, dan degenerasi makula) dengan cepat dan akurat, sehingga membantu dokter dalam melakukan skrining massal

 

Mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam SPBE bukanlah sekedar terkait adopsi teknologi, melainkan transformasi menyeluruh terhadap tata kelola digital pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tidak hanya menekankan inovasi, tetapi juga menjamin akuntabilitas dan keberlanjutan jangka panjang.

Pertama, penyusunan regulasi kecerdasan buatan (AI) nasional menjadi urgent.  Selain perlu mengatur aspek teknis dan keamanan siber, tetapi juga menjamin hak-hak warga negara dalam ekosistem digital serta jaminan atas perlindungan data pribadi. Regulasi harus menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial: Siapa yang bertanggung jawab atas keputusan yang diambil oleh sistem AI? Bagaimana mekanisme koreksi dan pelaporan jika terjadi kesalahan? Prinsip AI yang inklusif, transparan, dan adil harus menjadi fondasi regulasi nasional.

Kedua, penting untuk membangun mekanisme audit teknologi dan pengawasan independen. Dalam konteks pemerintahan, teknologi yang digunakan untuk pelayanan publik harus dapat diawasi oleh lembaga yang independen dari penyedia teknologi dan instansi penggunanya. Audit ini tidak hanya mencakup keamanan data, tetapi juga efektivitas pelayanan. Audit berkala memastikan bahwa AI digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan publik. Di era saat ini, Pemerintah harus memastikan bahwa inovasi melalui kecerdasan buatan atau AI, harus berdampak nyata bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. (FA/DSS). 

 

“Since the dawn of time, any tool can be used for good or ill.  Even a broom can be used to sweep the floor or hit someone over the head.  The more powerful the tool, the greater the benefit or damage it can cause…” (Brad Smith,2019).

 

#SPBE #Digitalisasi #BirokrasiDigital #TransformasiDigital #PemerintahanCerdas #Inovasi #TeknologiIndonesia #IndonesiaMaju #ArtificialIntelligence #KecerdasanBuatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »