Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang deklarasi bersejarah: “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.” Pada hari itu, dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 menegaskan bahwa keberagaman bukan penghalang, melainkan kekuatan. Kini, di tahun 2025, nilai itu tetap relevan, namun tantangannya berbeda. Di tengah era digital, persaingan global, dan kompleksitas sosial, generasi muda dihadapkan pada dua hal besar yaitu ketimpangan akses sosial ekonomi dan tantangan integritas dalam kehidupan publik.
Pemuda memiliki peran strategis sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan. Namun kondisi pemuda Indonesia saat ini masih jauh dari ideal. Menurut The Global Economy (2024), tingkat pengangguran usia muda (15–24 tahun) mencapai 13,14% meningkat jika dibandingkan dengan 2023 yaitu 13,12%. Dan jika dibandingkan dengan rata-rata dunia adalah 15,70% berdasarkan data dari 176 negara. Fenomena Youth Not in Education, Employment, or Training (NEET) di Indonesia tahun 2024 menyentuh rata-rata angka nasional adalah 20,31%. Wilayah Papua Tengah (31,20), Maluku (29,43), dan Aceh (28,56) menjadi 3 wilayah tertinggi untuk jumlah persen usia muda yang mengalami kondisi NEET yaitu pemuda mengalami tidak dalam pendidikan, pekerjaan, maupun pelatihan. Angka ini menggambarkan kerentanan generasi muda terhadap pengangguran dan kesenjangan keterampilan. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2024, Indonesia mencatatkan 7,47 juta orang yang menganggur, sementara hanya ada 1,82 juta lowongan pekerjaan yang terdaftar. Dengan kondisi tersebut, menandakan banyak anak muda tidak terlibat dalam pendidikan maupun dunia kerja. Kondisi ini dapat berisiko menurunkan potensi bonus demografi dan memperlebar kesenjangan sosial antar wilayah.
Selain tantangan ketenagakerjaan, kesenjangan akses pendidikan juga turut membentuk kualitas daya saing pemuda Indonesia. Angka Partisipasi Kasar (APK) yang merupakan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. Untuk pendidikan tinggi pada usia 19-23 tahun tercatat sekitar 32% per Desember 2024, walaupun telah meningkat dari tahun sebelumnya 2023 yang berada di kisaran 31,45%. Namun hal ini masih belum baik, karena makin tinggi nilai APK berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di jenjang pendidikan tertentu atau banyak anak di luar usia sekolah. Angka ini masih jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (43%), Thailand (49%), dan Singapura (91%). Keterbatasan akses pendidikan tinggi bukan hanya persoalan jumlah perguruan tinggi, tetapi juga faktor biaya, infrastruktur, dan pemerataan kualitas pengajar. Artinya, pemerataan kesempatan pendidikan dan keterampilan menjadi prasyarat agar pemuda tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi motor penggerak pembangunan.
Di tengah upaya memperluas akses pendidikan, persoalan lain yang tak kalah penting juga muncul yaitu bagaimana membangun karakter dan integritas generasi muda agar mampu menjadi pelopor budaya antikorupsi. Upaya pemberantasan korupsi telah menunjukkan berbagai kemajuan, namun tantangan masih besar. Data Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan skor IPAK Indonesia tahun 2024 turun menjadi 3,85 dari 3,92 pada tahun sebelumnya (skala 0–5). Penurunan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai integritas di masyarakat belum mengalami perbaikan signifikan. Kesadaran publik terhadap antikorupsi juga masih perlu diperkuat, terutama di wilayah pedesaan dan kelompok berpendidikan menengah ke bawah. Di sisi lain, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 yang dirilis oleh Transparency International justru mengalami peningkatan dari 34 menjadi 37 (skala 0–100), sehingga posisi Indonesia naik ke peringkat 99 dari 180 negara. Meski demikian, skor ini masih tergolong rendah dan menunjukkan bahwa korupsi tetap dianggap sebagai masalah serius, baik oleh masyarakat domestik maupun internasional. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa perbaikan skor IPK memerlukan penguatan integritas di seluruh lini pemerintahan, mulai dari transparansi anggaran, reformasi birokrasi, hingga pengawasan publik yang efektif. Dalam konteks ini, keterlibatan generasi muda menjadi faktor kunci yang dapat mempercepat perubahan budaya integritas di masyarakat.
Penelitian menunjukkan bahwa pemuda memiliki posisi strategis dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebuah studi berjudul “Empowering the Next Generations: Bold Strategies to Combat Corruption and Foster Integrity Among Youth” menunjukkan bahwa program pendidikan antikorupsi berbasis komunitas terbukti efektif menumbuhkan kesadaran tanggung jawab sosial dan partisipasi aktif pemuda. Didukung juga oleh sebuah kajian “The Effectiveness of Enculturations-Based Anti-Corruption Education in Shaping Students’ Character Integrity” menyimpulkan bahwa edukasi antikorupsi yang ditanamkan melalui kurikulum dan aktivitas ekstrakurikuler mampu memperkuat karakter integritas di kalangan pelajar. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya soal hukum, tetapi juga pendidikan karakter dan budaya sosial. Pendidikan antikorupsi bukan sekadar materi tambahan, melainkan bagian penting dari pembentukan karakter pemuda di Indonesia agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi agen perubahan yang berintegritas.
Makna Sumpah Pemuda hari ini bukan untuk diganti, tetapi diperkuat. Semangat “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa” dapat dimaknai sebagai semangat baru dengan Satu Integritas, Satu Tanggung Jawab, Satu Aksi. Tiga hal yang menjadi refleksi utama:
- Persamaan Akses : Pemuda harus memiliki kesempatan yang setara untuk mengenyam pendidikan dan pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia.
- Integritas sebagai Landasan : Semangat antikorupsi bukan tugas pemerintah semata, tetapi bagian dari moralitas sosial yang harus dihidupkan oleh generasi muda.
- Partisipasi Nyata : Pemuda perlu menjadi penggerak, bukan sekadar penonton. Melalui partisipasi sosial, inovasi, dan advokasi publik, mereka dapat memperkuat tata kelola dan keadilan sosial.
Sumpah Pemuda bukan hanya seruan masa lalu, tetapi panggilan bagi masa kini untuk membangun bangsa yang kuat, bersih, dan berintegritas. Karena bangsa yang besar tidak hanya bersatu dalam kata, tetapi juga dalam tindakan dan nilai. (LZP)
#SumpahPemuda #Integritas #Antikorupsi #PemudaBerdaya #IndonesiaMaju #KetimpanganSosial #AksiPemuda #YouthForIntegrity
